Sunday 4 December 2011

Jom Puasa 9 & 10 Muharram



Puasa di Bulan Muharram, Seutama-utama Puasa Rasulullah SAW mendorong kita untuk banyak melakukan puasa pada bulan tersebut sebagaimana sabdanya, “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163) Dari hadits di atas, Ibnu Rojab rahimahullah mengatakan, “Hadits ini dengan tegas mengatakan bahwa seutama-utamanya puasa sunnah setelah puasa di bulan Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, Muharram.” Beliau rahimahullah juga mengatakan bahwa puasa di bulan Muharram adalah seutama-utamanya puasa sunnah muthlaq. (Latho’if Ma’arif, hal. 36) Namun yang kita ketahui bahwa Nabi SAW banyak berpuasa di bulan Sya’ban bukan bulan Muharram. Bagaimana menjawab hal ini? An-Nawawi menjawab keraguan semacam ini dengan dua jawaban:

Pertama: mungkin saja Nabi SAW mengetahui keutamaan berpuasa pada bulan Muharram di akhir hayat hidupnya.

Kedua: Mungkin juga beliau SAW mendapat uzur sehingga tidak bisa melakukan banyak puasa di bulan Muharram. Mungkin beliau banyak melakukan safar, sakit atau ada keperluan lainnya ketika itu. (Lihat Syarh Shohih Muslim, 4/185) Bahkan dikatakan oleh Ibnu Rojab bahawa di antara salaf yang melakukan puasa di bulan Muharram sebulan penuh adalah Ibnu ‘Umar dan Al Hasan Al Bashri. (Lihat Latho’if Ma’arif, hal. 36) Puasa ‘Asyura’ Menghapus Dosa Setahun yang Lalu Dari hari-hari yang sebulan itu, puasa yang paling ditekankan untuk dilakukan adalah puasa pada hari ‘Asyura’ yaitu pada tanggal 10 Muharram kerana berpuasa pada hari tersebut akan menghapuskan dosa-dosa setahun yang lalu. Abu Qotadah Al Anshoriy berkata bahwa Nabi SAW pernah ditanyakan mengenai (keutamaan) puasa hari ‘Asyura.

Beliau SAW menjawab, “Puasa ‘Asyura’ akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162) Hukum Puasa ‘Asyura Imam An Nawawi menjelaskan, para ulama bersepakat bahwa hukum berpuasa pada hari ‘Asyura adalah sunnah dan bukan wajib. Namun mereka berselisih mengenai hukum puasa Asyura di awal-awal Islam yaitu ketika disyariatkannya puasa Asyura sebelum puasa Ramadhan. Menurut Imam Abu Hanifah, hukum puasa Asyura di awal-awal Islam adalah wajib. Sedangkan dalam Syafi’iyah ada dua pendapat yang masyhur. Yang paling masyhur, yang menyatakan bahawa hukum puasa Asyura semenjak disyariatkan adalah sunnah dan puasa tersebut sama sekali tidak wajib. Namun dulu, puasa Asyura sangat-sangat dianjurkan untuk dilaksanakan. Ketika puasa Ramadhan disyariatkan, hukum puasa Asyura masih dianjurkan namun tidak seperti pertama kalinya.

Pendapat kedua dari Syafi’iyah adalah yang menyatakan hukum puasa Asyura di awal Islam itu wajib dan pendapat kedua ini sama dengan pendapat Abu Hanifah. (Syarh Shohih Muslim, 4/114) Yang jelas, hukum puasa Asyura kini adalah sunnah dan bukanlah wajib. Namun, hendaklah kaum muslimin tidak meninggalkan amalan yang sangat utama ini, apalagi melihat ganjaran yang begitu melimpah. Lebih Baik Lagi Ditambah Berpuasa Pada Tanggal 9 Muharram Sebagaimana dijelaskan (pada hadits Ibnu Abbas) bahwa di akhir umurnya, Nabi SAW bertekad untuk menambah puasa pada hari kesembilan Muharram untuk menyelisihi Ahlu Kitab. Namun Nabi SAW tiba-tiba meninggal sebelum sempat melakukan puasa pada hari itu. Lalu bagaimana hukum melakukan puasa pada hari kesembilan Muharram? Berikut penjelasan An Nawawi rahimahullah. Imam Syafi’i dan pengikutnya (Syafi’iyyah), Imam Ahmad, Ishaq dan selainnya mengatakan bahwa dianjurkan (disunnahkan) berpuasa pada hari ke 9 dan ke 10 sekaligus; karena Nabi SAW berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat (berkeinginan) berpuasa juga pada hari kesembilan.

Apa hikmah Nabi SAW menambah puasa pada hari kesembilan? Imam Nawawi menjelaskan. Sebahagian ulama mengatakan bahwa sebab Nabi bepuasa pada hari ke 10 sekaligus ke 9 adalah agar tidak tasyabbuh (menyerupai) orang Yahudi yang hanya berpuasa pada hari ke 10 saja. Dalam hadits Ibnu Abbas juga terdapat isyarat mengenai hal ini. Ada juga yang mengatakan bahawa hal ini untuk berhati-hati, siapa tahu salah dalam penentuan hari ‘Asyura’ (tanggal 10 Muharram). Pendapat yang menyatakan bahwa Nabi menambah hari kesembilan agar tidak menyerupai puasa Yahudi adalah pendapat yang lebih kuat. Wallahu a’lam. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 4/121) Ibnu Rojab mengatakan, “Di antara ulama yang menganjurkan berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram sekaligus adalah Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad, dan Ishaq. Sedangkan Imam Abu Hanifah memakruhkan berpuasa pada hari sepuluh saja (tanpa hari kesembilan).” Jadi, lebih baik adalah kita berpuasa dua hari sekaligus iaitu pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Inilah tingkatan yang paling utama. Sedangkan berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja adalah tingkatan di bawah tingkatan pertama tadi. Inilah yang dijelaskan Syaikh Ibrahim Ar Ruhailiy hafizhohullah dalam kitab beliau Tajridul Ittiba’.

Apakah Perlu Ditambah Berpuasa pada Tanggal 11 Muharram? Sebagian ulama berpendapat tentang dianjurkannya puasa pada hari ke-9, 10, dan 11. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Nabi SAW bersabda, “Puasalah pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram, pen) dan selisilah Yahudi. Puasalah pada hari sebelumnya atau hari sesudahnya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Khuzaimah, Ibnu ‘Adiy, Al Baihaqiy, Al Bazzar, Ath Thohawiy dan Al Hamidiy, namun sanadnya dho’if (lemah). Namun, terdapat hadits yang diriwayatkan Abdur Rozaq, Ath Thohawiy dalam Ma’anil Atsar, dan juga Al Baihaqi, dari jalan Ibnu Juraij dari ‘Atho’ dari Ibnu Abbas. Beliau berkata, “Selisilah Yahudi. Puasalah pada hari ke 9 dan ke 10 Muharram.” (Sanad hadits ini adalah shohih, namun diriwayatkan hanya sampai sahabat). Namun, hal ini bukan bererti berpuasa pada hari ke-11 Muharram tidak dianjurkan. Dalam rangka kehati-hatian dalam penentuan awal Muharram, kita dianjurkan pula berpuasa selama tiga hari yaitu 9, 10 dan 11 Muharram.

Dalam riwayat Al Maimuni, Imam Ahmad mengatakan, “Jika ada perselisihan dalam penentuan hilal, saya berpuasa selama tiga hari (9, 10 dan 11 Muharram) dalam rangka hati-hati.” Mudah-mudahan kita dimudahkan oleh Allah untuk melaksanakan puasa pada 10 Muharram. Dan lebih baik lagi jika kita dapat berpuasa sehari sebelumnya untuk menyelisihi Yahudi. Atau mungkin jika khuatir kerana ada perselisihan dalam penentuan hilal, kita tambahkan dengan berpuasa pada tanggal 11 Muharram. Mari kita ajak saudara-saudara kita untuk melakukan puasa ‘Asyura. Wallahu alam.

Friday 21 October 2011

Don't punish your children very often or very harshly!


Punishment is always harmful to the child even if it seems to achieve the parent's goal. It is impossible to punish your child without harming him/her. Research studies in child development have consistently shown that among the undesirable side effects of punishment are:
  1. The child will try to escape from or retaliate (fight) against the punishing situation.
  2. The child will have negative feelings toward whoever punishes him/her.
  3. Punishment usually remains effective only when the possibility of punishment is clearly present.
  4. And, very importantly, punishing a child teaches the child that using punishment is the right way to raise children so they are likely to use punishment with their children - thus perpetuating (continuing) forever the use of punishment in society.


The alternative to punishment should not be permissiveness (meaning to let your child do anything they want), if there is anything more harmful to the child's development than punishment it is permissiveness. The right alternative to punishment in raising a child is called "directed positive influence."

Directed positive influence means to reward (with praise, your positive attention, or an occasional small gift) your child after they do things that are good and right, while gently providing correction when your child does wrong.

In Islam if it becomes necessary to correct your child for some wrongdoing this must be done according to a certain rules:
  1. First, you should explain to your child in a gentle way how they have overstepped some limit from rightness into wrong, explain how their behaviour is not consistent with the Will of Allah and offer them guidance as to what Allah has told us is the right way to act.
  2. Second, if the gentle instruction does not result in the child correcting their wrong behaviour, you should indicate your disapproval of that wrong behaviour by withdrawing your favour (for example, do not give smiles, hugs or kind words to your child at such times).
  3. Third, and only as a last resort, your child can be physically punished (beaten) if they do not correct their wrong behaviour.

In Islam, while you are allowed to beat your child it is most certainly not encouraged. If it becomes necessary for you to beat your child there are specific rules and limitations:
  1. You may not hit your child on the face or stomach.
  2. You may not hit your child more than a maximum of three times.
  3. And, you may not hit your child hard enough to leave a cut or bruise on the skin.

Additionally, You should never hit your child when you are angry. Not only are you then more likely to become excessive in your punishment, but doing so will teach your child that it is right to hit people when they are angry.


It is important to realize that if you reach a point where you feel it is necessary to beat your child then something has gone badly wrong, and you previously have not done all you could have done to avoid this becoming necessary.


Since it is a fact of learning that you cannot punish a child without harming him/her, so punishment can only become necessary if you have no positive alternative, and the good that comes from being punished will outweigh the harm you do to your child.

Remember, the Prophet Muhammad (peace be upon him) never once in his life hit a child, a woman or a servant.

sitemap












unavailable







          

How to aid your child when they goes to school

 Good Communication Helps Children Succeed In School


Children spend one-half of their waking hours in school or school-related activities. Studies show that children whose parents are involved in their education do better in school than children whose parents are uninvolved.

One of the best things you can do to become more active in your child's academic life is to communicate with your child's school. You can do that very easily by:
· Talking to teachers and staff when things are going well for your child. Offer compliments to teachers during conversations or through notes and phone calls.
· Addressing problems as they arise. Share your concerns immediately, while the issue is still small and manageable. Ask how things are going, and find out what you can do to improve the situation.
· Arming yourself with questions you want answered. Be prepared, especially if you will be attending a school activity that includes your child's teachers.
· Volunteering your time. Join the local PTA, or find other ways to be part of your child's world.

Posted by: Love Iman Centre at 11:23 pm ( 17/8/2011)

Saturday 15 October 2011

New Update !!!


Assalamualaikum to all....

Eid Mubarak celebration has finished. Although the memory of that happy and sacred time will always be in our heart. So here are the memory of Eid Mubarak that will always be in Love Iman Centre's heart. Enjoy our picture!!!....

Click on the link below to see the picture of Hari Raya at Taska Love Iman.
http://loveimangallery.blogspot.com/2011/10/hari-raya-aidilfitri.html

Friday 14 October 2011

Kasih Sayang tiada noktah



Setiap anak di kurniakan ibu bapa. Tetapi sejauh mana boleh kita buktikan kasih dan sayang kita kepada ibu bapa sendiri. Adakah cukup sekadar memberi wang setiap bulan .Adakah itu bukti kasih sayang kita kepada mereka.

Ada kisah yang ingin dikongsikan di sini. Kisah seorang anak yang sanngup berkorban untuk menjaga bapanya yang sedang menderita sakit buah pinggang walaupun terpaksa berjauhan dengan suami tercinta. Ibunya telah meninggal dunia sejak dua tahun yang lalu.
Tiga hari seminggu, dia akan membawa bapanya ke pusat dialisis untuk menjalani rawatan. Setiap keperluan bapanya di urus dengan baik. Walaupun mempunyai adik-beradik yang lain, tetapi bapanya amat selesa dengan anak perempuannya yang seorang ini. Setiap kali dia menghantar bapanya untuk menjalani rawatan, segala keperluan untuk bapanya di penuhi, antaranya menyuapkan makan, memakaikan stoking dan lain-lain.

Kalau di lihat kerja itu memang nampak mudah, tetapi melayan kerenah orang tua, bukan semudah yang disangkakan. Kita perlu banyak bersabar, begitu juga, ibu bapa bersabar membesarkan kita sehingga kita dewasa. Tetapi berapa ramai anak yang sanggup untuk menghabiskan masa menjaga orang tua walaupun mempunyai segulung ijazah .

Adakah kita mampu untuk menjaga ibu bapa kita seperti itu? Belum tentu lagi kita mampu untuk melakukannya. Sekarang mungkin kita akan kata kita mampu untuk menjaga ibubapa kita, tetapi bila tiba masanya, kemana kita pada waktu itu. Sibuk mencari wang sehingga mengabaikan kedua ibu bapa kita.
Cuba fikirkan sejenak, berapa kali kita melawat ibu bapa kita, itu pun setahun sekali pada hari raya. Dan yang menetap bersama ibu bapa, sejauh mana kita telah berbakti kepada mereka. Membantu meringankan kerja mereka dirumah, itupun sudah cukup melapangkan hati mereka melihat anak membantu keperluan di rumah selain bantuan kewangan.

Tetapi persoalannya, adakah kita melakukannya?.
Banyak bukti menunjukkan bahawa berbakti kepada kedua ibubapa adalah persoalan penting dalam islam. Allah menegaskan hal ini dalam firmannya:
"Allah telah menetapkan agar kalian tidak beribadah selain kepada-Nya; dan hendaklah kalian berbakti kepada kedua ibubapa". (Al-Isra' :23)
Allah talah meletakkan keredhaan-Nya pada keredhaan ibubapa.Rasul bersabda ;
"keredhaan Allah bergantung pada keredhaan kedua ibubapa.Kemurkaan Allah bergantung pada kemurkaan ibubapa" (HR.BUKHARI DAN MUSLIM)

Marilah kita sama-sama renungkan pengorbanan ibu bapa kita yang tiada penamatnya. Jasa mereka tidak mampu kita balas walaupun dengan jutaan wang ringgit. Apa yang penting, kasih sayang kita pada mereka yang tiada hentinya. Doakan kesejahteraan mereka di dunia dan akhirat, Jadi lah anak yang tahu mengenang jasa ibubapa. Hargailah pengorbanan mereka.